Selasa, 21 Juni 2022

Akad Wakalah Dalam Murabahah di Bank Syariah

wakalah-bil-murabahah

Mungkin masih ada yang bertanya-tanya mengapa mereka mengambil uang, bukan barang, ketika mereka meminta bank atau lembaga keuangan Islam untuk membiayai murabahah? Bahkan jika kontrak kita dengan bank adalah untuk membeli dan menjual uang, bukan untuk meminjam?

Jika kejutan ini terus dipahami mengapa konteks operasi pembiayaan bank syariah begitu baik. Tentu saja jika berakhir dengan rasa ingin tahu dan malah menabur benih keraguan, itu bukanlah perilaku orang mukmin.

Perjanjian Proxy Murabahah untuk Fatwa DSN Murai

DSN MUI 2000 Ketentuan Umum Pembiayaan Fatwa No. 4 berbunyi sebagai berikut:

1. Bank dan nasabah harus mengadakan kontrak perampasan tanpa riba .

2. Barang yang dapat ditukar tidak dilarang oleh hukum Islam.

3. Bank membiayai seluruh atau sebagian dari harga pembelian barang yang telah diperjanjikan kualifikasinya.

4. Bank menerima barang yang diminta oleh nasabah atas beban bank itu sendiri, dan pembelian ini harus halal dan dapat dirampas.

5. Bank harus menanyakan segala hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara kredit.

6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga beli ditambah harga jual sama dengan keuntungan. Dalam hal ini, bank harus memberi tahu pelanggan tentang harga barang dan biaya yang diperlukan.

7. Pelanggan membayar harga barang yang disepakati dalam jangka waktu tertentu yang disepakati .

8. Mencegah penyalahgunaan atau pelanggaran kontrak  Dalam hal ini, bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.

9. Jika bank ingin mewakili nasabah dalam pembelian barang kepada pihak ketiga , maka harus ditandatangani perjanjian pembelian tembok setelah barang tersebut menjadi milik bank.

 

Ayat 9 ketentuan sebelumnya menyebutkan bahwa bank dapat menguraikan dan menguraikan pembelian barang oleh nasabah dengan sejumlah uang kertas tertentu. Artinya, barang yang mewakili pembelian dan penjualan pelanggan masuk ke rekening bank dan kemudian dijual ke pelanggan.

Pada prinsipnya, bank tidak menyediakan uang. Berdasarkan kontrak Vakalah, pelanggan yang bertindak sebagai agen bank untuk pembelian barang dapat menerima komisi bank dari agen tersebut.

Poin penting yang harus dipahami oleh para profesional dan klien adalah bahwa harga Murabahah transparan. Artinya kedua belah pihak harus mengetahui nilai barang dan margin yang harus dibayar pada saat pembelian sesuai dengan ayat 6.

Akad murabahah dapat diterapkan pada penjualan berbagai barang. Dari perangkat elektronik hingga transportasi dan barang. Bahkan dapat digunakan sebagai pembiayaan modal, misalnya untuk memperoleh inventaris usaha.

Akad Murabahah Proxy digunakan untuk mempermudah perolehan barang oleh kedua belah pihak sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan. Bukankah nasabah memiliki kebebasan lebih untuk memilih barang yang diinginkan sebagai perwakilan bank?

Jangan sampai kemudahan operasi ini dimaknai sebagai perampasan untuk mencegah umat Islam . Tentu saja, akan lebih buruk untuk menghindari membeli dan menjual Vakala dan kemudian meminjamnya dari lembaga keuangan biasa.

Oleh karena itu, setiap Muslim harus memahami fikih, semua hukum kehumasan, termasuk hubungan bisnis, sebelum mengikutinya. Walaupun hukum dasar dalam memperlakukan fikih dapat disajikan atau disajikan secara satu kesatuan, namun intinya dalam kehidupan sehari-hari setiap orang masih perlu memahami prinsip-prinsip dasar halal dan haramnya operasi.

Jangan mencoba untuk lari dari durhaka, meninggalkan hukum ketidaktahuan. Oleh karena itu, berbagai ketentuan DSN MUI No.4 Tahun 2000 Fatwa Murabahah 2000 memungkinkan adanya kekuasaan dalam murabahah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Akad Wakalah Dalam Murabahah di Bank Syariah

Mungkin masih ada yang bertanya-tanya mengapa mereka mengambil uang, bukan barang, ketika mereka meminta bank atau lembaga keuangan Islam ...